Haji Akbar Menurut Tafsir Ibnu Katsir dan Tafsir Al-Misbah
Sebagian besar umat muslim justru mengasumsikan, bahwa orang yang pantas mendapatkan julukan haji akbar, karena ketika mereka melaksanakan wukuf yang jatuh pada hari Jumat. Dimana, hal ini memang telah dijelaskan di dalam hadist yang meriwayatkan bahwa, apabila kegiatan haji yang wukufnya bertepatan dengan hari Jumat akan memiliki fadhilah pahala yang lebih besar dan utama, jika dibandingkan ketika wukuf terjadi di hari selain Jumat.
Lantas, apakah setiap tahun pelaksanaan haji tidak dapat dikatakan sebagai haji akbar? Lantaran, pelaksanaan wukuf tidak setiap tahun jatuh pada hari Jumat. Apakah para Jemaah yang berhaji pada saat wukuf tidak pada hari jumat, tidak dapat dikatakan sebagau haji akbar? Jika Anda penasaran terkait hal tersebut, maka artikel ini akan merupakan pilihan yang tepat untuk menelurusi kisah dibalik istilah haji akbar tersebut.
Ketika berbicara terkait dengan asal usul kisah lahirnya istilah haji Akbar di kalangan masyarakat, di dalam artikel ini pembahasan tersebut menggunakan dua tafsir guna membantu mencari kebenaran asal muasal kisah lahirnya istilah haji akbar, yakni:
- Penggunaan istilah Haji Akbar menurut Tafsir Ibnu Katsir
Penggunaan istilah hari haji akbar sebenarnya hanya diyakini sebagai hari penyembelihan hewan kurban yang jatuh pada tanggal 10 Dzulhijjah. Semua rangkaian ibadah haji terutama proses pemotongan hewan inilah yang paling mulia dan menonjol sebagai penanda hari raya Idul Adha. Bisa Anda bayangkan, ketika hampir semua umat muslim dari seluruh penjuru dunia datang dan berkumpul di suatu tepat. Kejadian itulah yang paling ditunggu-tunggu oleh seluruh umat muslim yang datang beribadah di tanah haram.Semua kisah ini memang sudah diriwayatkan oleh Imam Bukhari yang juga meriwayatkan dari Abu Hurairah RA bahwa: Abu Bakar RA telah mengutusnya bersama dengan orang-orang yang ditugaskan untuk menyampaikan kabar pemutusan hubungan tepat di hari Nahr di Mina, dimana dikabarkan bahwa setelah tahun ini, orang-orang musryik tidak diperbolehkan berhaji dan berthawaf di Ka’bah dengan telanjang.
Haji akbar dikatakan sebagai hari Nahr, dimana istilah akbar dipakai hanya untuk sebutan manusia saat itu dengan haji asghar atau umrah yang kerap dikenal sebagai haji kecil. Itulah sebabnya Abu Bakar menyampaikan perintah Rasulullah SAW pada tahun itu juga, yang pada akhirnya dilaksanakan hingga tahun berikutnya yakni saat hajjatul wada’ atau haji perpisahan, tidak ada satu orang musyrik yang boleh ikut melaksanakannya.
- Penggunaan Istilah Haji Akbar menurut Tafsir Al-Misbah
Sebenarnya ibadah haji yang dilaksanakan di bulan Dzulhijjah diberikan julukan sebagai Haji Akbar, beda halnya dengan umrah atau rangkaian ibadah haji yang dilakukan diluar bulan haji dan dapat dilaksanakan sepanjang tahun mendapatkan gelar sebagai Haji Asghar atau Haji Kecil. Menurut Thabari dan Bukhari bahwa pengumuman diatas hanya terlaksana pada hari Nahr, yakni hari pertama dilaksanakannya penyembelihan kurban, bertepatan pada tanggal 10 Dzulhijjah.